Tuesday 14 May 2013

ALIRAN WAHABI


ALIRAN WAHABI

       I.            PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini marak perkembangan gerakan “keagamaan” yang disebut sebagai gerakan Salafi. Sering mereka mengklaim bahwa mereka hadir bermaksud menghidupkan kembali ajaran ulama salaf untuk menyelamatkan umat dari amukan dan badai fitnah yang melanda dunia Islam hari ini. Acapkali gerakan ini menegaskan bahwa kelompok yang selain mereka tidak ada jaminan memberikan alternatif (baca: keselamatan). Tidak jarang juga mereka mengklaim bahwa golongan yang selamat yang dinubuatkan oleh Nabi Saw adalah golongan mereka. Tentu saja, konsekuensi dari klaim ini adalah menafikan kelompok yang lain. Artinya bahwa kelompok mereka yang benar selainnya adalah sesat (itsbat asy-syai yunafi maa adahu). Kalau kita mau berkaca pada sejarah, gerakan Salafi ini sebenarnya bukan gerakan baru. Mereka bermetamorfosis dari gerakan pemurnian ajaran Islam Wahabi yang dikerangka konsep pemikiranyna oleh Ibn Taimiyah yang kemudian dibesarkan oleh muridnya Muhammad bin Abdulwahab, menjadi gerakan Salafi. Metamorfosis ini jelas untuk memperkenalkan ajaran usang dengan pendekatan dan nama baru.  
    II.            RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimana Sejarah Aliran Wahabi?
B.     Bagaimana Ajaran-ajaran Wahabi dalam Bidang Ketauhidan?
C.     Apa Pembaharuan Pemikiran dalam Aliran Wahabi?

 III.            PEMBAHASAN
A.     Sejarah Aliran Wahabi
Gerakan Wahabi atau aliran Wahabiyyah adalah gerakan yang didirikan oleh Muhammad bin Abdul Wahab di Arab Saudi (115-1201  H)/(1703-1787 M). Sebagai gerakan pemurnian islam yang secara keras dilakukan untuk memberantas bid’ah dan khufarat dalam pengalaman islam. Gerakan atau aliran ini sangat dipengaruhi oleh Ibnu Taimiyyah yang menganut madzhab Hambali.
Pengikut-pemgikutnya tidak m,emakai sebutan wahabi, melainkan  Muwahhidun.[1] Menurut doktrin wahabi kembali pada kemurnian, keserdehanaan, dan ketulusan islam yang sepenuhnya diperoleh dengan menerapkan perintah nabi secara harfiyyah dan dengan ketaatan penuh terhadap peraktek ritual dan benar. Wahabi menolak semua upaya untuk menafsirkan hukum Allah secara historis dan kontekstual, karena dapat menimbulkan multitafsir ketika seiring dengan perkembangan zaman.

B.     Ajaran-ajaran Wahabiyah dalam Ilmu Ketauhidan
 Akidah-akidah yang kokoh dari aliran wahabi pada hakikatnya tidak berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah. pe bedaan yang ada, hanya dalam melaksanakan dan menafsirkan beberapa persoalan tertentu. Akidah-akidahnya dapat disimpulkan dalam dua bidang, yaitu bidang tauhid (pengesaan) dan bidang bid’ah.[2]
      Adapun ajaran aliran wahabiyah dalam ilmu ketauhidan adalah sebagai berikut:
1.      Penyembahan kepada selain Allah SWT adalah salah, dan siapa yang berbuat demikian dia dibunuh.
2.      Orang yang mencari ampunan Allah SWT dengan mengunjungi kuburan orang-orang sholih (wali), termasuk golongan musyrikin.
3.      Termasuk dalam golongan perbuatan musyrik memberikan pengantar kata dalam sholat terhadap nama nabi-nabi atau wali atau malaikat.
4.      Termasuk kufur memberikan suatu ilmu yang tidak didasarkan atas al Qur’an dan as Sunah, atau ilmu yang bersumber kepada akal pikiran semata.
5.      Termasuk kufur dan ilhad juga mengingkari qodar dalam semua perbuatan dan penafsiran al Qur’an dengan jalan takwil.
6.      Dilarang memakai buah tasbih dan dalam mengucapkan nama Allah SWT dan doa-doa cukup dengan menghitung kerata jari.
7.      Sumber syariat islam dalam soal haram dan halal, hanyalah Al-Qur’an semata dan sumber lain yang sesudahnya ialah sunnah rasul. Pendapat ulama’ mutakallimin dan fuqoha’ tentang halal dan haram tidak menjadi pegangan, selma tidak didasarkan atas kedua sumber tersebut.
8.      Pintu ijtihad tetap terbuka dan siapapun boleh melakukannya, asal sudah memenuhi syarat-syaratnya.[3]                            

C.     Pembaharuan Pemikiran dalam Aliran Wahabi

Paham wahabi dengan pondsai pemikiran Salafi menentang seluruh bentuk perubahan dalam kehidupan umat manusia. Ketika Abdul Aziz bin Abdurrahman pada tahun 1344 Q menjadi penguasa dua haram yang suci (mekkah al mukarramah dan madinah al munawwarah), terpaksa harus membangung dan mengatur system pemerintahannya sesuai dengan model pemerintahan pada umumnya ketika itu dan merubah pola kehidupan wahabi yang sesuai dengan kebiasaan arab Baduy-Najad. Dan ia menyetujui mengimpor produk teknologi modern ketika itu seperti telegraf, telephon, sepeda, mobil dan lain-lain. Dan sikapnya ini membakar api kemarahan para pengikutnya yang muta’shib, menyebabkan terjadinya kejadian tragedi berdarah yang terkenal dalam sejarah sebagai peristiwa “berdarah Akhwan”.

Ahmad Amin, penulis asal Mesir, ketika membahas tentang kelompok Wahabi, mengatakan bahwa pemikiran wahabi sekarang yang berkembang ini pada hakikatnya 100 persen bertolak belakang dengan pemikiran wahabi di masa lalu. Ahmad Amin menulis: “Wahabi menolak peradaban baru dan tuntutan peradaban baru dan modern, mayoritas di antara mereka meyakini bahwa hanya Negaranyalah sebagai negara islam sementara Negara-negara lain bukan Negara islam karena negara-negara tersebut telah menciptakan bid’ah bahkan menyebarluaskannya dan wajib bagi mereka memerangi Negara tersebut.
Semasa Ibn Sa’ud berkuasa, ia menghadapi dua kekuatan besar dan tidak jalan lain kecuali harus memilih salah satunya yaitu pertama, pemuka-pemuka agama yang tinggal di Najad memiliki akar pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab yang menolak dengan keras segala bentuk perubahan dan peradaban baru. Kedua; arus peradaban baru yang dalam system pemerintahn sangat membutuhakn alat tekhnoligi modern tersebut.
Pemerintahan, mengambil jalan tengah dari kedua kekuatan tersebut dengan cara mengakui Negara-negara islam yang lain sebagai negar Islam dan juga di samping menggiatkan pengajaran agama mereka juga memberikan pengajaran peradaban modern dan mengatur sistem pemerintahannya berdasarkan sistem pemerintahan modern. Untungnya para pemimpin Negara Saudi telah lelah melayani cara berpikir dan aturan-aturan kering dan kaku pemikiran wahabi yang menjauhkan kaum muslimin dari sunnah dan warisan sejarah yang diyakini seluruh kaum muslimin dan menghancurkan tampat-tempat suci mereka juga menafikan seluruh bentuk penemuan baru dan menganggapnya sebagai bidah. Dan dengan memperhatikan serangkaian peristiwa yang tidak dapat ditutup-tutupi lagi (seperti bertambahnya tekanan dan ancaman Amerika dan Israel terhadap Negara-negara Islam dan Negara-negara Arab setiap hari dan kehadiran dan peran aktif pemerintahan Republik Islam Iran dalam hidup berdampingan dan damai dengan Negara-negara tetangganya serta memimpin perlawanan terhadap hegemoni yahudi). Hal tersebut di atas menyebabkan secara perlahan-perlahan pandangan negara Arab Saudi menjadi netral dan stabil terhadap negara Republik Islam Iran bahkan lebih dari itu mereka meninjau kembali ajaran-ajaran kering wahabi serta pengkafiran kaum muslimin. tidak ada yang lebih indah yang dilakukan oleh Negara yang menjadi tuan rumah umat islam pada perhelatan akbar ibadah haji setiap tahun, kecuali menjadi negara netral dan meninjau kembali pandangan mereka selama ini.[4]




 IV.            KESIMPULAN
Gerakan Wahabi atau aliran Wahabiyyah adalah gerakan yang didirikan oleh Muhammad bin Abdul Wahab di Arab Saudi (115-1201  H)/(1703-1787 M). Sebagai gerakan pemurnian islam yang secara keras dilakukan untuk memberantas bid’ah dan khufarat dalam pengalaman islam. Gerakan atau aliran ini sangat dipengaruhi oleh Ibnu Taimiyyah yang menganut madzhab Hambali.
 Akidah-akidah yang kokoh dari aliran wahabi pada hakikatnya tidak berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah. pe bedaan yang ada, hanya dalam melaksanakan dan menafsirkan beberapa persoalan tertentu. Akidah-akidahnya dapat disimpulkan dalam dua bidang, yaitu bidang tauhid (pengesaan) dan bidang bid’ah.
Paham wahabi dengan pondsai pemikiran Salafi menentang seluruh bentuk perubahan dalam kehidupan umat manusia. Ketika Abdul Aziz bin Abdurrahman pada tahun 1344 H menjadi penguasa dua haram yang suci (mekkah al mukarramah dan madinah al munawwarah), terpaksa harus membangung dan mengatur system pemerintahannya sesuai dengan model pemerintahan pada umumnya ketika itu dan merubah pola kehidupan wahabi yang sesuai dengan kebiasaan arab Baduy-Najad. Dan ia menyetujui mengimpor produk teknologi modern ketika itu seperti telegraf, telephon, sepeda, mobil dan lain-lain. Dan sikapnya ini membakar api kemarahan para pengikutnya yang muta’shib, menyebabkan terjadinya kejadian tragedi berdarah yang terkenal dalam sejarah sebagai peristiwa “berdarah Akhwan”.

    V.            PENUTUP
Demikianlah makalah yang bisa pemakalah sampaikan bila ada kesalahan maupun kekurangan mohon dimaklumi, kritik dan saran sangat pemakalah harapkan. Semoga bisa bermanfaat khususnya bagi pemakalah dan umumnya bagi pembaca. Amin......














DAFTAR PUSTAKA
A. Nasir, Sahilun, Pemikiran Kalam Teologi Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Hanafi, Ahmad,  Pengantar Teologi Islam, cet. III, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1989.
Syukur, Aswadi,  Al-Mina wa Al-Niha, Surabaya: LC Penerbit, tt.












[1] Aswadi Syukur, Al-Mina wa Al-Niha, (Surabaya: LC Penerbit, tt), hlm. 44-45.
[2] Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam Teologi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 292.
[3] Ahmad Hanafi, Pengantar Teologi Islam, cet. III, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1989), hlm. 292-293.

No comments:

Post a Comment