Tuesday 14 May 2013

Pendidikan Anak

PENDIDIKAN ANAK MAKALAH Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Hadis Dosen Pengampu : Prof. Dr. Erfan Soebahar M.Si Disusun oleh : Nujumun Niswah (103211037) Nur I’anah (103211038) Nur Indah Wardani (103211039) Nur Mukhlis (103211039) FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2011 PENDIDIKAN ANAK I. PENDAHULUAN Beberapa tahun Masaru Emoto meneliti air. Tenyata, mutu air bisa dipengaruhi oleh tindakan manusia. Kalau air diperlakukan baik, ia akan bertingkah laku baik. Air yang diberi tulisan “cinta”, “terima kasih”, “damai” akan membentuk kristal yang indah bagai permata. Sebaliknya air yang diberi tulisan “benci”, “tidak berguna” kristalnya akan rusak. Perlu diketahui, 80% tubuh bayi adalah air. Saat dewasa, 70% tubuh manusia adalah air. Dengan kata lain, anak-anak bisa menjadi baik bila mereka diperlakukan dengan baik, sebaliknya mereka akan menjadi anak-anak yang buruk bila perlakuan terhadap mereka juga buruk. Itulah sebabnya dalam pandangan Islam anak-anak bisa merupakan permata, bisa juga meupakan sumber fitnah. Makalah ini mencoba menguraikan bagaimana cara mendidik anak yang baik agar mereka menjadi insan-insan yang beragama, berjiwa intelek, dan mempunyai fisik yang kuat lagi sehat berdasarkan analisis dan pemahaman pemakalah terhadap apa yang disampaikan dan diajarkan Rosul (hadis). II. RUMUSAN MASALAH Dari uraian dalam pendahuluan di atas muncul berbagai permasalahan yang dikerucutkan menjadi 3, yaitu: A. Bagaimana keadaan sebenarnya ketika seorang anak dilahirkan? B. Apa kewajiban orang tua terhadap anak yang baru lahir? C. Pendidikan apa saja yang hendaknya diberikan kepada anak? III. PEMBAHASAN A. Keadaan Anak Saat Dilahirkan عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ: (مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاّ يُوْلَدُ عَلَى الفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ ويُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيْمَةُ بهيمةً جَمْعَاءَ هَلْ تحِسُّوْنَ فِيْهَا مِنْ جَدْعَاءَ) ثُمَّ يَقُوْلُ أبُوْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: فِطْرَةَ اللهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللهِ ذلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّم. ﴿ أخرجه البخاري ﴾ Dari Abu Hurairah R.A, beliau berkata: Rasulullah SAW. bersabda: “tidak ada anak yang dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah (suci), kemudian kedua orang tuanya menjadikannya yahudi, nasrani atau majusi sebagaimana seekor binatang melahirkan binatang secara keseluruhan, apakah kalian merasa ada di antara mereka yang pincang?”, kemudian Abu Hurairah berkata: fitrah Allah yang Dia telah menciptakan manusia menurut fitrah itu, tidak ada perubahan pada ciptaan Allah.(Diriwayatkan oleh al-Bukhary) Seorang anak ketika dilahirkan di muka bumi ini, masih dalam keadaan fitrah (suci) dengan arti kekufuran bukanlah watak asli atau pembawaan anak sejak lahir, akan tetapi disebabkan oleh faktor-faktor luar yang menjadikannya kafir, sehingga kalau anak bisa lolos dari faktor-faktor yang ada tadi maka dia akan tetap berada pada jalan yang benar. Menurut Muhammad Ibn Nashr, maksud dari fitrah dalam hadis ini adalah Islam, karena ada suatu ayat yang menyebutkan Allah mengambil sumpah kepada bayi sekiranya Allah berfirman kepada mereka sebelum mereka dilahirkan: (أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوْا بَلَى). Ibnu Qoyyim berpendapat bahwasanya maksud dari “anak dilahirkan dalam keadaan fitrah” bukanlah anak keluar dari perut ibunya sudah mengerti agama, karena Allah telah berfirman: (وَاللهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُوْنِ أُمَّهَاتِكُمْ لَاتَعْلَمُوْنَ شَيْئًا) “dan Allah mengeluarkanmu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apa pun”. Namun maksud dari penggalan hadis tersebut adalah fitrah anak mampu mengetahui agama Islam dan mencintainya, sehingga adanya fitrah itu sendiri menimbulkan pengakuan dan cinta terhadap Islam. Dengan begitu, Allah menciptakan hati manusia cakap dalam menerima kebenaran sebagaimana Allah menciptakan telinga dan mata mereka untuk menangkap pendengaran dan penglihatan. Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwasanya setiap anak berpotensi untuk menjadi seorang muslim, namun karena hal tersebut masih bersifat potensial yang jika tidak diarahkan tidak akan muncul, maka peran orang tua dalam mengarahkan dan membentuk anak untuk menampakkan potensi tersebut sangatlah besar. Dengan pendidikan yang diberikan orang tua, seorang anak bisa saja menyimpang dari fitrahnya sehingga dia menjadi kristiani, ataupun buddhis dan lain sebagainya. B. Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak yang Baru Lahir Anak pada hakikatnya adalah sebuah amanah dari Tuhan kepada orang tuayang harus dipelihara, anak bagaikan sebuah barang gadaian sebuah barang gadaian yang harus ditebus oleh orang tua, seperti disinyalir dalam hadis nabi berikut: عَنْ سَمُرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: (اَلْغُلَامُ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيْقَتِهِ يُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَ يُسَمَّى وَ يُحْلَقُ رَأْسُهُ). ﴿ أخرجه الترمذي ﴾ Dari Samurah, beliau berkata: Rasulullah SAW. bersabda: “Seorang anak itu tergadaikan dengan aqiqahnya yang disembelihkan untuknya pada hari ketujuh dan diberi nama dan dicukur rambutnya”.(Diriwayatkan oleh at-Turmudzi) Imam Ahmad bin Hambal mengomentari tentang pengggadaian anak dengan menyembelih aqiqah ini dalam hal syafa’at (jika seorang anak yang belum diaqiqah-kan, kemudian dia meninggal maka anak tersebut tidak dapat memberikan syafa’at kepada kedua orang tuanya). Menurut sebagian ulama’ aqiqah merupakan suatu keharusa yang tidak boleh tidak seperti barang gadaian yang ada di tangan oarang yang berpiutang dengan jaminan maka menebusnya ini merupakan suatu kewajiban. Pernyataan ini diperkuat dengan dalil berikut: إِنَّ النَّاسَ يُعْرَضُوْنَ يَوْمَ القِيَامَةِ عَلَى الْعَقِيْقَةِ كَمَا يُعْرَضُوْنَ عَلَى الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ Prosesi penyembelihan hewan aqiqah ini disunahkan agar dilaksanakan pada hari ketujuh terhitung sejak hari kelahiran anak, tetapi jika orang tua belum siap maka pada hari keempat belas dan jika belum siap lagi maka pada hari kedua puluh satu, hewan aqiqahnya berupa satu ekor kambing untuk anak perempuan dan dua ekor kambing bagi anak laki-laki. Menurut ulama’ Syafi’iyyah penyembelih hanya tertentu pada orang-orang yang wajib menafkahi anak tersebut, sedangkan menurut ulama’ Hanabilah penyembelih harus ayah dari bayi kecuali jika ada udzur sebab mati atau kesulitan, dan jika bayi itu yatim maka menurut Imam Malik aqiqahnya diambilkan dari harta warisan bayi tersebut, berbeda dengan ulama’ Syafi’iyyah yang melarang hal tersebut. Daging hewan aqiqah disunahkan untuk dimasak seperti dalam walimah-walimah kecuali kakinya, kaki kambingnya diberikan mentah dan tidak diperbolehkan memecah tulangnya, akan tetapi dipotong pada tiap-tiap ruasnya. Pada hari ketujuh dari kelahiran anak juga disunahkan untuk memberi nama dengan nama yang paling indah dan bagus. Karena nama adalah sebuah do’a, maka hendaknya orang tua mengindari nama-nama yang berarti sebuah kesialan, sedangkan nama yang paling dicintai Allah adalah Abdullah dan Abdur Rahman. Pada hari itu pula disunahkan untuk mencukur gundul rambut bayi untuk menghilangkan penyakit pada rambutnya. C. Pendidikan Bagi Anak Tubuh manusia tidak dapat dipisahkan dengan akal maupun rohani. Oleh karena itu Islam menganjurkan agar orang tua melakukan pembinaan jasmani dan rohani anak serta menjaga keseimbangan antara keduanya. Islam mewajibkan shalat dan wudlu, mengajarkan panahan, renang dan menunggang kuda. 1. Pendidikan fisik atau ketrampilan عَنْ أًبِيْ رَافِعٍ قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ أَلِلْوَلَدِ عَلَيْنَا حَقٌّ كَحَقِّنَا عَلَيْهِمْ؟ قَالَ: نَعَمْ حَقُّ الْوَلَدِ عَلَى الْوَالِدِ أَنْ يُعَلّمَهُ الْكِتَابَةَ وَالسِّبَاحَةَ وَالرَّمْيَ(الرِّمَايَةَ) وَأَنْ يورثه (وَأَنْ لَايَرْزُقَهُ إِلَّا طّيِّبًا). Dari Abu Rafi’, beliau berkata: saya berkata: wahai Rasulullah apakah anak mempunyai hak atas kita seperti hak kita atas mereka?, beliau menjawab:“iya, hak seorang anak atas orang tuanya adalah dia diajari menulis, berenang, memanah dan diwarisi (tidak diberi rizki kecuali) yang baik”. Pada dasarnya Islam mendorong manusia untuk meraih kekuatan jasmani dan rohani. Orang tua harus memberikan anak pendidikan fisik dan kekuatan, seperti mengajarinya berenang, memanah dan atau olah raga lain yang bisa memperkuat jasmani anak, dalam hadis lain yang diriwayatkan dari ‘Uqbah Amir, Rasulullah bersabda: وَأَعِدُّوْا لَهُمْ مَااسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ ثُمَّ قَالَ: اَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ Lebih dari itu Islam juga menghendaki agar pemeluknya bisa mengikuti perkembangan zaman, dengan begitu Islam menganjurkan orang tua agar bisa memberikan pendidikan terkait dengan ketrampilan seperti baca-tulis. Karena kemajuan suatu kaum bisa terlihat dari karya-karya monumental yang ada pada kaum tersebut. Namun kecerdasan seorang anak tidak hanya didukung oleh pendidikan yang diterimanya, ada unsur lain yang harus terpenuhi untuk menunjang terwujudnya harapan anak menjadi cerdas, yaitu dengan tidak memberinya asupan makanan kecuali dengan makanan yang baik, bergizi lagi halal. 2. Pendidikan sholat Pendidikan sholat merupakan bentuk pengenalan agama dan kewajiban seseorang terhadap Tuhannya. Oleh karena itu, sholat harus diajarkan dan dibiasakan sedini mungkin, seperti dalam hadis yang diriwayatkan oleh ‘Amr Ibn Syu’aib berikut: عَنْ عَمْرٍو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: (مُرُوْا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنًاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ). ﴿أخرجه أبو داود﴾ Dari ‘Amr Ibn Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, beliau berkata: Rasulullah bersabda: “perintahlah anak-anak kalian untuk sholat saat mereka berusia tujuh tahun dan pukullah mereka karena meninggalkannya saat meeka berusia sepuluh tahun serta pisahkanlah tempat tidur mereka”.(Diriwayatkan oleh Abu Daud ) Hadis tersebut memberikan pesan bahwasanya para orang tua harus memerintahkan anak-anak mereka sholat ketika mereka sudah menginjak usia 7 tahun agar mereka terbiasa dan menjadi tenang dengan sholat. Dengan demikian, disunahkan juga untuk mengajari anak hal-hal yang berkaitan dengan sholat seperti syarat-syarat dan rukun-rukunnya. Dalam hal ini Rosulullah SAW. juga memberikan contoh pengajarannya, yaitu dengan melarang mereka menolah-noleh ketika sedang sholat dan membuatkan shof paling belakang untuk anak-anak serta menyuruh mereka untuk meluruskan shof. Selanjutnya apabila anak meninggalkan sholat saat dia sudah berusia 10 tahun, maka orang tua diperintahkan untuk memukulnya karena pada usia ini anak sudah mulai baligh atau hampir baligh, namun tidak dengan pukulan yang menyakitkan dan tidak pada anggota tubuh yang sensitif seperti wajah, karena tujuan utama diberlakukannya hukuman dalam pendidikan Islam, tiada lain hanyalah untuk memberi petunjuk dan supaya anak mau memperbaiki perbutannya, bukan sebagai penyiksaan atau membuatnya ketakutan. Usia sepuluh tahun merupakan usia perkembangan dan pertumbuhan yang tampak pada anak, oleh karena itu hendaklah orang tua waspada terhadap mereka dengan memisahkan tempat tidur mereka untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, kerusakan atau penyimpangan meskipun mereka bersaudara. Mereka tidak diperbolehkan tidur dalam satu selimut. Setiap anak diberi satu selimut. Menurut At Thiby tujuan dari memerintahkan anak sholat sejak kecil dan memisahkan tempat tidur mereka adalah:  Mendidik sopan santun kepada mereka  Menjaga semua perintah-perintah Allah  Mengajarkan berinteraksi dengan orang-orang  dan agar mereka tidak jatuh dalam kebingungan sehingga mereka bisa menjauhi larangan-larangan Allah. IV. KESIMPULAN Anak terlahir di dunia dalam keadaan fitrah, belum mengerti apa-apa namum memiliki kecenderungan untuk mengakui dan mencintai Islam. Di sinilah peran penting orang tua untuk membimbing dan menjadikannya sebagai seorang muslim. Anak bagaikan barang gadaian yang harus ditebus oleh orang tua dengan hewan aqiqah, dan juga orang tua harus menjauhkan dan menghindarkan anak yang baru lahir dari segala bahaya atau penyakit dengan mencukur habis rambut bayi pada hari ketujuh. Sebagai bentuk pendidikan awal bagi anak orang tua harus memberi nama anak dengan nama-nama yang bagus, karena nama adalah sebuah do’a dan harapan. Setiap anak mempunyai hak atas orang tua yang harus dipenuhi oleh keduanya yaitu mendapatkan pendidikan baik yang berupa pencerdasan intelektual seperti baca-tulis maupun yang bersifat fisik seperti memanah dan berenang, dan yang bersifat religius seperti sholat dan tata krama. Semua ini harus diberikan kepada anak sebagai bekal bagi mereka untuk melangkah, meniti kehidupan dengan harapan agar mereka bisa menjadi insan-insan yang cerdas dan kuat namun tidak kosong dari nilai-nilai spiritual. V. PENUTUP Alhamdulillah puji syukur atas segala karuniaNya yang tidak terhitung sehingga pemakalah masih diberi kemampuan untuk menyelesaikan tugas makalah ini. Dengan penuh kesadaran pemakalah mengakui tidak ada sesuatu yang sempurna karena kesempurnaan hanyalah milik Allah. Oleh karena itu, besar harapan pemakalah agar para pembaca sekalian bisa memberikan kritik dan saran yang konstruktif demi perbaikan makalah ini dan yang akan datang. Dan atas segala kesalahan yang diungkapkan pemakalah baik secara implisit maupun eksplisit pemakalah memohon maaf. DAFTAR KEPUSTAKAAN Abdurrahman, Jamaluddin, Athfalul Muslimin Kaifa Robbahum an Nabiyyul Amin, terj. Achmad Sunarto, Semarang: Pustaka Adnan, 2010. Abdurrahman, Muhammad, Tuhfatul Ahwadzi bi Syarhi Jami’ At Tirmidzy, juz 5, Kairo: Darul Fikr, tt. Asymuni, Ahmad Yasin, Tarbiyatul Walad, Kediri: Hidayatut Thullab, tt. Ibn Hajar, Ahmad Ibn ‘Ali, Fathul Bari, juz 3, 2001. Jauziyah, Ibnul Qoyyim Al, ‘Aunul Ma’bud, Madinah: Al Maktabah As Salafiyah, 1968. Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009. Siswanto, Wahyudi, et al., Membentuk Kecerdasan Spirtual Anak, Jakarta: AMZAH, 2010.

No comments:

Post a Comment